Wednesday 21 April 2010

Berprasangka Baik

Dua orang laki-laki bersaudara bekerja pada sebuah pabrik dan
sama-sama tekun belajar Islam. Sama-sama mengamalkan ilmunya
dalam kehidupan sehari-hari semaksimal mungkin. Mereka acap kali
harus berjalan kaki untuk sampai ke rumah guru pengajiannya. Jaraknya
sekitar 10 km dari rumah peninggalan orang tua mereka.

Suatu ketika sang kakak berdo’a memohon rejeki untuk membeli sebuah mobil
supaya dapat dipergunakan untuk sarana angkutan dia dan adiknya, bila pergi
mengaji. Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sebuah mobil dapat dia
miliki dikarenakan mendapatkan bonus dari perusahaannya bekerja.

Lalu sang kakak berdo’a memohon seorang istri yang sempurna, Allah
mengabulkannya, tak lama kemudian sang kakak bersanding dengan seorang
gadis yang cantik serta baik akhlaknya.

Kemudian berturut-turut sang Kakak berdo’a memohon kepada Allah akan
sebuah rumah yang nyaman, pekerjaan yang layak, dan lain-lain. Dengan
itikad supaya bisa lebih ringan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dan
Allah selalu mengabulkan semua do’anya itu.

Sementara itu, sang Adik tidak ada perubahan sama sekali, hidupnya tetap
sederhana, tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang dulu dia tempati
bersama dengan Kakaknya. Namun karena kakaknya sangat sibuk dengan
pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti pengajian, maka sang adik sering
kali harus berjalan kaki untuk mengaji kerumah guru mereka.

Suatu saat sang Kakak merenungkan dan membandingkan perjalanan hidupnya
dengan perjalanan hidup adiknya. Dia teringat bahwa adiknya selalu membaca
selembar kertas saat dia berdo’a, menandakan adiknya tidak pernah hafal
bacaan untuk berdo’a. Lalu datanglah ia kepada adiknya untuk menasihati
adiknya supaya selalu berdo’a kepada Allah dan berupaya untuk membersihkan
hatinya, karena dia merasa adiknya masih berhati kotor sehingga do’a-do’anya
tiada dikabulkan oleh Allah azza wa jalla.

Sang adik terenyuh dan merasa sangat bersyukur sekali mempunyai kakak yang
begitu menyayanginya, dan dia mengucapkan terima kasih kepada kakaknya atas nasihat itu.

Suatu saat sang adik meninggal dunia, sang kakak merasa sedih karena sampai
meninggalnya adiknya itu tidak ada perubahan pada nasibnya sehingga dia
merasa yakin kalau adiknya itu meninggal dalam keadaan kotor hatinya
sehubungan do’anya tak pernah terkabul

Sang kakak membereskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan
amanah adiknya untuk dijadikan sebuah mesjid. Tiba-tiba matanya tertuju pada
selembar kertas yang terlipat dalam sajadah yang biasa dipakai oleh adiknya
yang berisi tulisan do’a, diantaranya Al-fatehah, Shalawat, do’a untuk guru
mereka, do’a selamat dan ada kalimah di akhir do’anya:

“Ya, Allah. tiada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Mu, Ampunilah aku
dan kakak ku, kabulkanlah segala do’a kakak ku, bersihkanlah hati ku dan
berikanlah kemuliaan hidup untuk kakakku didunia dan akhirat,”*

Sang Kakak berlinang air mata dan haru biru memenuhi dadanya, tak diduga
ternyata adiknya tak pernah sekalipun berdo’a untuk memenuhi nafsu duniawiny.


sumber : taushiyah-online




.


Artikel Terkait



0 comments:

Post a Comment